Banyak hadits yang melarang kaum
muslimin melakukan pengobatan dengan tamaim (tamimah), yaitu
suatu jimat, isim, atau benda apapun yang digantungkan pada seseorang untuk
mengusir jin, penyakit mata, gangguan ghaib, sawan dan lain-lain. Nabi saw
bersabda: “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah (guna-guna, susuk
atau pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi dan Hakim).
Berobat dengan benda najis atau
haramSelain anjuran untuk berobat, nash-nash syari’at juga memberikan tuntunan
cara-cara dan etika pengobatan.Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat kalian
dalam sesuatu yang diharamkanNyaataskalian(HR.Bukhari)
Hanya saja, dalam penerapannya, para ulama’ memilah-milah ketidakbolehan ini. Dalam
lingkungan madzhab Syafi’iyyah, terdapat tiga versi periwayatan pendapat. Versi
pertama, yang dijadikan pegangan mayoritas Syafi’iyyah, sebagaimana pernyataan
tekstual Imam Syafi’i, bahwa pengobatan dengan menggunakan benda najis selain
khamr (arak dan minuman keras lainnya), adalah boleh, dengan dua catatan:
- Selama tidak terdapat obat lain yang suci dan
halal digunakan
- Dilakukan oleh orang yang pakar pengobatan yang
tahu bahwa benda najis itu layak sebagai obat penyakit tertentu, atau berdasarkan
rekomendasi ahli, dan memang tidak ditemukan obat lain yang suci.
Sedangkan
untuk khamr secara spesifik, haram penggunaannya sebagai obat jika kadarnya
masih murni, tanpa campuran bahan lain yang menghilangkan penyebutannya sebagai
khamr. Jika ramuan obat berkomposisi khamr dan campuran bahan lainnya, sekira
kedua campuran tersebut tidak lagi dinamakan khamr, maka diperbolehkan
sebagaimana staus hukumnya seperti benda nais lainnya.
Perincian di atas didasarkan adanya hadis lain yang menyimpulkan diperbolehkannya
penggunaan obat dari benda najis, sebagaimana hadis berikut; Bahwa sekelompok
orang dari kabilah Urainah menghadap Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
untuk berbaiat masuk Islam. Karena tak dapat beradaptasi dengan cuaca di
Madinah, mereka terserang penyakit, lalu mereka mengadu pada Rasul. Beliau
bersabda, “Keluarlah bersama penggembala kami pada kawanan unta, lalu minumlah
air kencing unta itu dan susunya”.
Mereka pun melakukannya, dan sembuh. (HR.
Bukhari dan Muslim). Khusus untuk khamr dan segala jenis minuman keras, haram
meminumnya untuk pengobatan ataupun pelepas dahaga. Ini karena secara spesifik,
Rasulullah melarang penggunaannya sebagai obat, sebagaimana dalam hadis yang
diriwayatkan dari Wail bin Hajar radliyallâhu anhu, bahwa Thariq bin Suwaid
al-Ju’fi bertanya kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang khamr, lalu
beliau melarangnya, atau tidak menyukainya, lalu Thariq berkata, “Saya
membuatnya hanya sebagai obat”, kemudian beliau bersabda.Sesungguhnya khamr
(arak) itu bukanlah obat, akan tetapi penyakit(HR.Muslim).Keharaman ini jika
khamr yang digunakan sebagai obat, masih murni, tanpa campuran. Adapun khamr
yang telah dicampurkan dengan bahan lain, sehingga campuran keduanya tidak lagi
dinamakan khamr, maka boleh menggunakannya sebagai obat, sama seperti
benda-benda najis lainnya.